Makassar tergolong salah satu kota metropolitan, yaitu kota terbesar di luar pulau Jawa setelah kota Medan. Dengan luas wilayah seluas 199,26 kilometer² dengan jumlah penduduk lebih dari 1,6 juta jiwa. kota ini berada di urutan kelima kota terbesar di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan.
Secara demografis, kota ini tergolong tipe multi etnik atau multi kultur dengan beragam suku bangsa yang menetap di dalamnya, di antaranya yang signifikan jumlahnya adalah Bugis, Toraja, Mandar, Buton, Jawa, dan Tionghoa.
Kota Makassar tidak hanya terkenal dengan pantai losarinya namun lebih dari itu kota ini sangat kaya akan kuliner khasnya. Salah satu yang wajib teman-teman coba jika berkunjung ke kota ini adalah Coto Makassar.
Coto Makassar diperkirakan masuk Gowa pada abad ke-16, sejak masa Somba Opu yang merupakan pusat Kerajaan Gowa ketika mengalami kejayaan pada 1538. Konon, saat itu Coto Makassar menjadi hidangan keluarga kerajaan.
Sekitar tahun 1940-an seorang warga bernama H. Dg. Sangkala kemudian mengembangkan kuliner ini dengan mendirikan sebuah warung coto. Seiring dengan berkembangnya usahanya kemudian mulai mengembangkan sayap dengan mendirikan beberapa cabang. Bahkan saking terkenalnya, para pejabat penting di negeri ini sering mengundangnya dalam berbagai acara-acara penting.
"Coto" Kuliner Tradisional Khas Makassar
Rasanya yang khas, lezat, dan nikmat dengan perpaduan 40 macam rempah yang terdiri dari kacang, kemiri, cengkeh, pala, foeli, sere yang ditumbuk halus, lengkuas, merica, bawang merah, bawang putih, jintan, ketumbar merah, ketumbar putih, jahe, laos, daun jeruk purut, daun salam, daun kunyit, daun bawang, daun seldri, daun prei, lombok merah, lombok hijau, gula talla, asam, kayu manis, garam, pepaya muda, dan kapur membuatnya menjadi kuliner dengan bumbu terbanyak sepanjang sejarah. selain itu, sambal taoco asal Tiongkok pun menjadi bagian tak terpisahkan dari kuliner yang satu ini.
Untuk bahan utama dari kuliner ini biasanya menggunakan lidah, otak, limpa, paru, hati, jantung, babat, yang kemudian direbus dalam kuali tanah dan di iris kecil serta dicampur dengan kuah yang telah diracik dan bercampur dengan bumbu 40 macam ditambah dengan taburan daun bawang dan perasan jeruk nipis.
Selain bumbunya yang banyak, proses masaknya pun terbilang unik karena tidak menggunakan periuk atau alat masak modern pada umumnya namun menggunakan kuali yang terbuat dari tanah atau uring tana dalam bahasa bugis atau korong butta dalam bahasa Makassar atau sering juga disebut palekko.
"Coto" Kuliner Tradisional Khas Makassar
Kini kuliner yang satu ini sudah tersebar seantero dunia. Apalagi jika di kota Makassar, sangat mudah ditemukan karena warung-warung yang menyediakan menu ini sudah tersebar dimana-mana. Soal biaya jangan khawatir karena cukup menyiapkan budget sekitar Rp.10.000 sampai Rp.20.000 sudah bisa menikmati lezatnya kulinet ini.
Penasaran, yuk buruan dicicipi.